Selasa, 22 Maret 2011

Hak dan Kewajiban Sebagai Warga Negara Indonesia


 Ilmu PPKn : Pendidikan Kewarganegaraan / PMP : Pendidikan Moral Pancasila
Berikut ini adalah beberapa contoh hak dan kewajiban kita sebagai rakyat Indonesia. Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lain tanpa terkecuali. Persamaaan antara manusia selalu dijunjung tinggi untuk menghindari berbagai kecemburuan sosial yang dapat memicu berbagai permasalahan di kemudian hari.
Namun biasanya bagi yang memiliki banyak uang atau tajir bisa memiliki tambahan hak dan pengurangan kewajiban sebagai warga negara kesatuan republik Indonesia.
A. Contoh Hak Warga Negara Indonesia
1. Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum
2. Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
3. Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam pemerintahan
4. Setiap warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing yang dipercayai
5. Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran
6. Setiap warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau nkri dari serangan musuh
7. Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang berlaku
B. Contoh Kewajiban Warga Negara Indonesia
1. Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh
2. Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda)
3. Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya
4. Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang berlaku di wilayah negara indonesia
5. Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik





HAK HAK
WARGA
NEGARA POLITIK
 ADALAH, Kekuasaan Rakyat “MIskin”. Un5tuk memenuhi Kebutuhan kebutuhan Manusia. Hubungan anatara Kuasa dan Kebutuhan
 1. Gerak. Kekuasaan – HAKNYA
 2. Perbuatan (Tenaganya, Tanam)
Gerak (Akibat. Baca, karena) HAK, mengadakan Kebutuhan kebutuhannya, dikerjakannya. Dalam Tahapan tahapan Peradaban Zaman. Terbentuk Masyarakat Sosialisme. Didirikan (“Ide”) Negara = Masyarakat 
 1. Produksi
 2. Kerja. Ke Laba (Bagiannya)
 3. Tani
menghadapi (dilawannya) de Politisasi dan Penguasaan (Materialis) Alat alat dan Keuangan, Proses dengan Cara cara Pemenuhan = Berkekuasaan
 Tampak beberapa Perbedaan Ekonomisasi (Caranya). Atas Negara (= Uang). Isme ? Anta4ra Sosialis dengan Individualist di suatu Negara
 Suatu Tujuan, yang membentuk. Bantuk bentuk Strategis
 1. Menghancurkan. Individualisasi
 2. Menyerang = Perang (atas Daerah)
      a. Imperialisme. Penjajahan
      b. Militerisme di Pemerintahan
      c. Borjuisme. Ke Demokrasi
 3. Menguasai (Kapitalist)
 Tindakan tindakan dalam menyerang = Pelanggaran HAK Sipil (Ciivil Rights). Suatu HAK yang tidak mungkin pernah bisa dijadikan Hukum. Berhubungan dengan Peperangan (Keadaa. Cikal bakal Perserikatan Negara negara Kebangsaan)

HAK — yang Internasional — Sipil oleh Politik jadi HAK Warga (suatu) Negara karena ada Negara = Kependudukan (Masyarakat) Dunia
 HAK suatu Dasar Manusia bukan sekedar Kebolehan. Terjebak Hukum ke Hukum saja atas Aturan. Warganegara karena HAKNYA – Negara
 1. Kekuasaan di Negara. Demokratisasi. HAK = Persamaan
 2. Kolektivisme (HAK). Sosial = Negara
 3. Upah = HAK. Keuangan(ada Negara)
 4. Kebebasan = HAK di Tanahnya
     – Tanam = HAK Sosial atas Lahan
      – Azas = HAK Manfaati Sumber Alam
      – HAK = Kepemilikan Pribadi – Keluarga
      – HAK = Keadilannya – Tempat (Materialisme)
      – Kelahirannya (Bangsa). HAK Perempuan (Makanan)
 3. Pertahanan = HAK. Tidak Individualisme
HAK Warganegara dalam HAK akan Terlihat dari suatu Pemilihan. Kenegaraan. Kekuasaan oleh Rakyat. Berlangsung = Politik, mendirikan (Baca, Kedaulatan) Pemerintahan

Beberapa alasan Pembentukan HAK untuk Warganegara bermula Negara, yang Merdeka didasarkan Kehendak = KEBEBASAN Rakyat. Dan, Rasional Organisasi – Kekuasaan – Masyarakat, sehingga memerlukan Hubungan antara Pemerintahan dengan Kependudukan

HAK Warganegara dilakukan setelah ada Negara. Dan, oleh Rakyat – Negara. berlangsung Hubungan Kepemimpinan (nasional = atas Daerah daerah) yang menjadi Perbuatan untuk Kebutuhannya.



February 25, 2011 – 2:26 am
Meskipun di tingkat nasional belum ada keputusan tentang keberadaan Ahmadiyah, peraturan Bupati Pandeglang, Banten, yang melarang keberadaan kelompok itu mulai berlaku tanggal 21 Februari. Hal ini kembali menunjukkan lemahnya komitmen negara melindungi hak-hak dasar warga negara.
Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah dalam pernyataannya di Jakarta, Rabu (23/2), meminta agar pemerintah pusat menyikapi peraturan Bupati Pandeglang tersebut karena muatannya mengingkari mandat UUD 1945, terutama kewajiban negara menjamin hak beragama warga negara.
Menurut Yuniyanti, pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri perlu mencegah lahirnya kebijakan di tingkat pusat hingga daerah yang bertentangan dengan konstitusi.
Komisioner dan Ketua Gugus Kerja Perempuan dalam Konstitusi dan Hukum Nasional Komnas Perempuan KH Husein Muhammad mengkhawatirkan peraturan bupati tersebut akan ditiru oleh daerah-daerah lain. Peraturan itu pun bertentangan dengan peraturan di tingkat nasional yang tidak melarang keberadaan Ahmadiyah.
Lahirnya peraturan bupati tersebut menambah jumlah peraturan yang terbit di daerah (perda) yang mendiskriminasi perempuan. KH Husein menyebut, ada 189 perda yang mendiskriminasi perempuan dan bertentangan dengan konstitusi. Komnas Perempuan sudah menyampaikan hal ini kepada Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri, dan Bappenas. ”Umumnya pejabat di kementerian tidak memahami perda-perda tersebut mendiskriminasi,” papar KH Husein.
Komnas Perempuan berinisiatif membangun jaringan reformis—terdiri dari eksekutif, legislatif, akademisi, media, dan lembaga swadaya masyarakat—di 16 kabupaten/kota di 7 provinsi yang memiliki perda bermasalah, dan kini juga memantau kerja mereka di dalam jaringan.
Menurut KH Husein, di lapangan ditemui banyak masalah. Mulai dari penyusunan perda yang tidak sesuai UUD 1945 hingga tidak lengkapnya partisipasi masyarakat karena tidak mengundang korban.
Lebih tegas
Komisioner Komnas Perempuan Andy Yentriani meminta pemerintah bersikap lebih tegas menertibkan perda berkaitan Ahmadiyah. Di lapangan, surat keputusan bersama tiga menteri multitafsir, mendorong konflik antarwarga.
Perempuan dan anak warga Ahmadiyah mengalami kekerasan berlapis, mulai dari stigma atas keyakinan oleh masyarakat hingga institusi pendidikan hingga ancaman kekerasan seksual. Dalam kekerasan di Cikeusik, Pandeglang, menurut KH Husein, seorang ibu warga Ahmadiyah mengalami keguguran kehamilan.
”Kami sudah minta pencabutan perda-perda yang mendiskriminasi. Untuk perda berhubungan dengan pungutan retribusi, Menteri Keuangan bisa membatalkan perda tersebut, tetapi untuk perda yang mendiskriminasi perempuan pemerintah pusat tak bertindak?” gugat KH Husein.
Dalam wawancara terpisah, pengajar di IAIN Sunan Kalijaga, Noorhaidi Hasan PhD, mengatakan, pemerintah harus bersikap tegas dalam menjaga landasan berpijak bersama (common platform) yang telah menjadi kesepakatan berbagai pihak yang tertuang dalam konstitusi. Di dalam menjaga landasan pijak bersama itu pemerintah juga harus bersikap adil, tidak memihak kepada kelompok besar yang menjadi arus utama.
Konflik agama yang terjadi saat ini disebabkan sikap ambivalen pemerintah dalam mengawal keberagaman beragama. Seharusnya negara memiliki manajemen pengelolaan keragaman agama tanpa meninggalkan semangat demokrasi.
Dalam globalisasi, tarikan dari tradisional berbasis agama, suku, dan kelompok akan menguat karena banyak anggota masyarakat kehilangan identitasnya. Perda-perda yang bernapaskan agama, menurut Noorhaidi, adalah bagian dari politik identitas di satu sisi, sementara di sisi lain juga katup penyalur dari menguatnya revitalisasi agama sebagai solusi terhadap berbagai persoalan yang ditimbulkan globalisasi.
Friksi muncul ketika globalisasi di satu sisi membuat tidak ada otoritas tunggal dalam menentukan makna simbol-simbol keagamaan, di sisi lain tarikan dari loyalitas tradisional juga menguat.
Karena itu, sikap tegas negara dibutuhkan dalam penegakan hukum disertai agenda sistematis menumbuhkan semangat keberagaman. (NMP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar